Adsense Link 728 X 15;

Studio Animasi Masih Enggan Migrasi ke Blender

Posted by Maftuh Al Hakam Rabu, 21 April 2010 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300
Andrian Fauzi - detikinet

Blender (Ist.)
Jakarta - Jika dibandingkan dengan software animasi 3D lain, Blender tidak kalah tangguhnya. Aplikasi gratisan ini mampu melakukan hampir semua yang bisa dikerjakan software animasi berbayar. Tapi sayangnya, banyak studio animasi yang masih enggan migrasi.

Alasan tidak biasa menjadi alasan klasik enggannya penggiat industri animasi untuk hijrah ke software open source. Padahal antara Blender dengan software sejenis seperti Maya, 3D Max ataupun yang lainnya tidak jauh berbeda. Toolsnya pun mirip.

"Masalahnya mereka sudah nyaman dan terbiasa dengan aplikasi berbayar. Padahal pengoperasiannya hampir sama," kata Ferie Budiasyah, Manager Program Tunas Indonesia Kratif (TIK) saat berbincang dengan detikINET.

Blender tidak bisa dianggap remeh. Mulai dari pemodelan 3D, rendering, shading, animasi 3D, sampai pembuatan game 3D secara utuh bisa dilakukan oleh Blender.

"Dan gratis. Bandingkan dengan yang berbayar. Minimal kita harus beli softwarenya senilai US$ 3.000 untuk satu komputer. Sedangkan membuat animasi tidak bisa dilakukan di satu komputer. Bisa dihitung sendiri berapa banyak uang yang bisa dihemat," ungkapnya.

Di Bandung ada sekitar 8 studio animasi besar yang masih beroperasi. Baru 2 studio yang migrasi ke Blender untuk memproduksi animasi.

"Sebut saja Kojo atau Acintya. Mereka masih menggunakan Maya untuk memproduksi animasi. Agak susah untuk pindah karena kebiasaan. Padahal penggunaannya hampir sama," katanya.

Ferie menambahkan, seharusnya penggunaan open source diperkenalkan sejak dini. Karena penggunaan software lebih pada kebiasaan semata. Jika sudah terbiasa maka enggan untuk migrasi ke software lainnya.

"Harusnya dari sekolah sudah diperkenalkan open source. Jangan dicekoki software yang berbayar. Karena sebenarnya mereka enggan karena tidak terbiasa. Nah kalau sudah terbiasa sejak sekolah, maka saat mereka terjun secara profesional sudah
menguasai, minimal terbiasa dengan open source," tukasnya.

Sebagai pembuktian, rencananya TIK bersama dengan Regional IT Center of Excellence (RICE) PT Inti akan membuat film animasi yang bersetting peristiwa Bandung Lautan Api.

"Kita juga bisa membuat film animasi dengan menggunakan open source. Targetnya bulan Agustus tahun depan bisa terealisasi," harapnya.
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar